Pencarian

+

Sejarah Berdirinya Pesantren di Indonesia

Sejarah Berdirinya Pesantren di Indonesia
Sejarah Berdirinya Pesantren di Indonesia

Di balik sejuknya suasana pesantren dan lantunan ayat suci di setiap subuh, tersembunyi sejarah panjang lembaga pendidikan Islam yang menjadi fondasi peradaban Nusantara.  Pesantren bukan sekadar tempat menuntut ilmu agama, tetapi juga simbol perjuangan, kemandirian, dan pembentukan karakter bangsa.  Perjalanannya yang panjang, dari masa pra-Islam hingga kini, menunjukkan bagaimana pendidikan berbasis nilai keagamaan mampu bertahan melintasi zaman.

Sejarah pesantren di Nusantara

Sebelum Islam menyebar luas di Indonesia, sistem pendidikan serupa pesantren telah dikenal dalam masyarakat Hindu di Jawa.

Pola asrama dan guru spiritual sudah digunakan dalam pendidikan agama Hindu sebelum Islam masuk ke Nusantara.

Ketika Islam datang pada abad ke-13 hingga ke-15 Masehi, para ulama dan wali kemudian mengadopsi model pendidikan tersebut, menggantinya dengan ajaran tauhid, fiqih, dan tasawuf.  Dari sinilah lahir lembaga yang dikenal dengan nama “pondok pesantren.” Istilah pondok sendiri diyakini berasal dari bahasa Arab funduk, yang berarti rumah penginapan atau asrama.  Sementara pesantren berasal dari kata “santri” yang diberi awalan pe- dan akhiran -an, berarti tempat tinggal atau tempat belajar para santri. Sistem pendidikan ini bersifat khas, para santri tinggal bersama di asrama sederhana, belajar langsung di bawah bimbingan seorang kiai, dan menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan belajar, ibadah, serta diskusi ilmu agama.

Pondok Pesantren Sidogiri di Pasuruan, Jawa Timur merupakan pondok pesantren tertua di Indonesia yang didirikan tahun 1745Pondok Pesantren Sidogiri di Pasuruan, Jawa Timur merupakan pondok pesantren tertua di Indonesia yang didirikan tahun 1745(Sidogiri.net)

Munculnya pesantren pertama di Indonesia 

Sejarah berdirinya pesantren di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peran Walisongo, terutama Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim).  Ia diyakini sebagai tokoh pertama yang memperkenalkan sistem pendidikan pesantren di tanah Jawa.  Di rumahnya di Gresik, Jawa Timur, ia mengajar ilmu agama kepada para murid yang tinggal bersamanya, membentuk pola awal pendidikan Islam berbasis komunitas. Sunan Gresik kemudian diikuti oleh Sunan Ampel di Surabaya, yang mendirikan pusat dakwah dengan sistem serupa dan memiliki banyak pengikut. 

Dari sinilah tradisi pesantren menyebar ke seluruh Pulau Jawa, lalu ke Sumatera, Kalimantan, hingga Sulawesi.

Namun, pesantren tertua yang tercatat secara resmi adalah Pondok Pesantren Sidogiri di Pasuruan, Jawa Timur, yang didirikan oleh Sayyid Sulaiman sekitar tahun 1718 atau 1745 M. Sayyid Sulaiman merupakan keturunan Rasulullah dari marga Basyaiban asal Cirebon.  Ia datang ke Pasuruan bersama menantunya, Kiai Aminullah dari Pulau Bawean, untuk membuka hutan belantara Sidogiri menjadi permukiman dan tempat belajar agama.  Konon, proses pembukaan lahan itu berlangsung selama 40 hari penuh.

Seiring waktu, Sidogiri berkembang pesat dan menjadi pusat pendidikan Islam. 

Setelah wafatnya pendiri, kepemimpinan pesantren diteruskan oleh para santri dan keturunan kiai sebelumnya, dari KH Aminullah hingga KH A. Nawawi bin Abd. Djalil pada masa kini. Pesantren ini mengembangkan sistem pendidikan mahadiyah (pengajian kitab klasik) dan madrasiyah (klasikal), menjadikannya salah satu pesantren tertua sekaligus termaju di Indonesia.

Sistem pendidikan pesantren

Sejak awal berdirinya, pesantren berpegang pada tiga elemen utama, yakni masjid, kiai, dan santri.  Masjid berfungsi sebagai pusat pembelajaran agama dan ibadah, tempat santri mendalami tafsir, fiqih, dan hadis.  Kiai menjadi figur sentral, bukan hanya guru tetapi juga panutan moral dan sosial. Santri, baik yang menetap (santri mukim) maupun yang pulang ke rumah setiap hari, berperan sebagai penggerak dakwah di masyarakat.  Tradisi belajar pesantren juga dikenal dengan sistem sorogan, wetonan, dan bandongan, di mana santri membaca kitab di hadapan kiai, mendengarkan penjelasan, dan mencatat maknanya dengan bahasa Arab atau Jawa pegon. Kitab yang dipelajari dikenal sebagai kitab kuning, merujuk pada teks-teks klasik karya ulama Timur Tengah.  Pembelajaran ini bertujuan mencetak calon ulama dan tokoh masyarakat yang memahami syariat sekaligus memiliki akhlak mulia.

Peran pesantren dalam perjuangan kemerdekaan 

Para kiai menggunakan mimbar dakwah untuk menentang penjajahan dan menanamkan semangat kebangsaan kepada santrinya.

Salah satu tokoh penting adalah KH Zainal Mustafa dari Pesantren Sukamanah, Tasikmalaya. 

Ia memimpin perlawanan terhadap Jepang tahun 1944 setelah menolak kebijakan seikeirei (penghormatan kepada Kaisar Jepang). 

Gerakannya menjadi simbol bahwa pesantren tidak hanya mengajarkan agama, tetapi juga keberanian menegakkan kebenaran.

Selain itu, pada masa revolusi kemerdekaan, para santri dan kiai turut berjuang dalam pertempuran Surabaya tahun 1945.  Resolusi Jihad yang dikumandangkan KH Hasyim Asy’ari lahir dari semangat pesantren untuk membela tanah air dari penjajahan.

Dari Langgar Bubrah di Gresik hingga pesantren besar di Jawa Timur, sejarah berdirinya pesantren adalah bukti bahwa pendidikan Islam tumbuh dari akar budaya Nusantara.

Pesantren menjadi wadah tempat ilmu, iman, dan amal berpadu. Di sinilah nilai-nilai kemanusiaan, cinta tanah air, dan keikhlasan dipelihara dari generasi ke generasi.

Lebih dari sekadar lembaga pendidikan, pesantren adalah napas panjang bangsa Indonesia, tempat di mana ilmu ditanamkan bukan hanya di kepala, tetapi juga di hati.

Sumber:Kompas.com

Komentar
  1. Belum Ada Komentar
Tambahkan Komentar

Testimonial

Facebook

Twitter