Dalam proses pendidikan, keteladanan menjadi salah satu metode yang paling efektif. Seorang pendidik (guru maupun orang tua) yang menerapkan keteladanan dalam proses pendidikannya akan lebih mudah mempengaruhi anaK-anaknya, baik dalam bersikap, bertingkah laku dan kebiasaan lainnya. Dalam islam sendiri keteladanan dikaitkan dengan kata uswah dimana di dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak tiga kali.
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab:21)
Kata uswah seperti dijelaskan ayat di atas disandingkan dengan sifat hasanah sehingga memiliki arti teladan yang baik. Pelaku utamanya tentu saja merujuk kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun dua ayat yang lainnya dicontohkan melalui Nabi Ibrahim (Al-Mumtahanah ayat 4 & 6) dan keluarganya.
Metode Keteladanan Rasulullah.
Secara fitrah anak-anak dikaruniai bakat sebagai makhluk peniru paling hebat. Mereka akan sangat cepat meniru kebiasaan-kebiasaan orang di sekitarnya. Tidak peduli kebiasaan itu baik atau tidak, mereka senantiasa berusaha mencontohnya baik itu yang kata-kata atau perbuatan. Untuk itu bagi seorang pendidik terlebih orang tua harus mampu menampilkan kebiasaan yang baik di depan anak-anaknya. Karena fase inilah yang paling tepat dan penting untuk menanamkan prinsip dan kebiasaan yang baik bagi anak-anak.
Kecenderungan anak-anak untuk meniru sebenarnya juga merupakan fitrah umum manusia yang memerlukan sosok teladan dan panutan yang mampu mengarahkan ke jalan yang benar. Sosok tersebut sekaligus diharapkan menjadi orang yang mampu menjelaskan bagaimana cara mengamalkan syariat Allah. Maka sangat realistis jika Allah mengutus Rasul-Rasulnya untuk menjelaskan syariat-syariat-Nya. Contohnya saat Rasulullah mengajarkan sholat seperti sholat yang beliau lakukan. Shollu kama roaytumuni usolli. Sholatlah kalian sebagaimana aku sholat.
Sejarah juga menjelaskan bahwa Rasulullah SAW selalu memberikan teladan yang baik kepada para sahabatnya. Berdakwah melalui keteladanan menjadi metode utama yang beliau jalankan. Keteladanan tersebut lambat laun menjadi akhlaq terpuji bagi beliau. Hingga beliau mendapat julukan al-amin (orang yang terpercaya) baik oleh lawan terlebih kawan. Metode keteladanan inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya metode dalam pendidikan Islam hingga saat ini.
Mencontoh apa yang dilakukan Rasulullah, maka untuk membentuk anak-anak berperilaku sesuai dengan nilai-nilai akhlaq mulia, keteladanan bisa diawali dengan pembiasaan. Pendidik (guru atau orang tua) harus mampu meposisikan dirinya sebagai subjek. Artinya menjadi teladan merupakan bagian dari seorang pendidik, sehingga menjadi pendidik berarti menerima tanggung jawab untuk menjadi teladan. Pendidik yang baik harus memposisikan dirinya sebagai teladan baik dari ucapan maupun prilaku. Faktor keberhasilan metode keteladanan ini tergantung pada pendidik itu sendiri. Tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan pendidik akan mendapat sorotan oleh anak dan orang di sekitar lingkungannya, maka dari itu pendidik harus menunjukkan teladan terbaik dan moral yang sempurna.
Keteladanan Dalam Pendidikan Islam
Sejak awal pendidikan Islam telah menilai metode keteladanan merupakan metode yang paling efektif dan efisien dalam membentuk kepribadian anak. Dengan metode tersebut sangat memungkinkan nantinya akan terealiasi tujuan pendidikan Islam, yaitu mampu membentuk manusia menjadi mulia di dunia dan akhirat. Inna akromakum indallahi atqokum, sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu (al-Hujurat:13).
Tujuan pendidikan tersebut akan mudah dicapai melalui Keteladanan karena dengannya mampu membentuk jiwa sosial dan akhlaq anak. Hal ini disebabkan karena dalam keteladanan anak seperti menemukan sosok untuk ditiru dalam kesehariannya. Dekat dengan kebaikan akan memberikan kesan yang baik pula. Sebagaimana hadits Nabi dari Abu Musa Al-As’ari Rasul SAW bersabda: “Sesungguhnya perumpamaan kawan yang baik dan kawan yang buruk adalah seperti penjual minyak misik dan peniup perapian. Pembawa minyak misik bisa jadi memberikan minyaknya kepadamu, atau engkau membelinya, atau engkau mencium baunya. Sedangkan peniup perapian bisa jadi membakar pakaianmu, atau engkau mencium bau tidak sedap darinya.” (Muttafaq’alaih)
Hadits tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Musthafa Dib al-Bugha dalam syarah kitab Riyadhush Shalihinnya menerangkan bahwa Nabi SAW mengumpamakan orang yang sholeh sebagai minyak kasturi menunjukkan bahwa akhlak mulia itu dengan mudah menular dengan sendirinya, begitu pula sebaliknya, bergaul dengan orang yang jahat seperti orang yang meniup bara api, yang akan membahayakan dirinya.
“Suatu kebanggaan bagi saya pernah menjadi santri IMAD di Pesantren Terpadu Daarul Fikri. Di pes...
Sandra Hikmatullah, B.Ed |
Menjadi cerdas dan dewasa tidak lagi membatasi seberapa tua umurmu. banyak hal untuk mewujudkan semu...
Balqis | Universitas Al'ulum At-tatbiqiyyah Alkhossoh Amman Yordania
Banyak yang saya dapatkan selama belajar di IMAD Daarul Fikri. Selain di bekali ilmu pengetahuan da...
Aginanjar | Universitas International Of Africa Sudan
Alhamdulillah selama saya belajar di I’dad Mu’aalimien wa Ad-du’aat (IMAD) Daarul Fikri , saya...
Sandra | Universitas internasional Khortoum Sudan
Alhamdulillah ilmu agama yang saya dapat kan selama di Daarul Fikri menjadi bekal saat ini, sehingga...
Reza Mozan | Universitas Sebelas Maret
Alhamdulillah ilmu yang saya dapatkan dari Daarul Fikri khususnya dengan adanya program tahfidz Qur'...
Karisma
Belum Ada Komentar