Indonesia tercatat sebagai lokasi yang paling sering mengalami fenomena langka laut bercahaya malam hari atau milky seas. Secara global, peristiwa ini hanya terjadi dua hingga tiga kali per tahun, namun banyak di antaranya muncul di sekitar Samudra Hindia dan perairan Indonesia.
Dulu, milky seas dianggap mitos karena sulit diamati. Kini, berkat teknologi satelit, peneliti dapat memetakan kemunculannya. Hasil pengamatan menunjukkan fenomena ini pernah terjadi di laut selatan Jawa dan dapat bertahan beberapa malam serta membentang hingga lebih dari 100 ribu kilometer persegi.
Selain di Indonesia, milky seas juga ditemukan di wilayah lain di Samudra Hindia, seperti Teluk Aden dan Laut Somalia. Fenomena ini menunjukkan betapa uniknya proses alam laut yang hingga kini masih terus diteliti.
Pada abad ke-19, terdapat lebih dari 200 laporan laut bercahaya, tetapi penelitian langsung baru dilakukan sekali, yaitu pada tahun 1985. Peneliti menjelaskan bahwa fenomena ini kemungkinan disebabkan oleh mikroorganisme—terutama bakteri atau ganggang laut—yang mampu memancarkan cahaya.
Dengan bantuan citra satelit, fenomena ini kini dapat dideteksi menggunakan sensor Indera Siang-Malam, yang mampu menangkap cahaya halus di permukaan laut pada malam hari. Menurut Steve Miller, calon Direktur CIRA, sensor ini sangat efektif mengungkap “cahaya di kegelapan,” dan telah mencatat 12 kejadian milky seas antara 2012–2021. Fenomena ini hanya muncul pada malam hari dan bergerak mengikuti arus laut.
Hingga kini, laut bercahaya masih dianggap sebagai kejadian alam yang belum sepenuhnya dipahami. Meskipun sering muncul dalam cerita rakyat maritim, sifatnya yang tersembunyi membuatnya sulit diteliti. Berdasarkan laporan Space, hanya satu kapal penelitian yang pernah mengambil sampel langsung, yang menunjukkan keberadaan bakteri bercahaya Vibrio harveyi yang menempel pada alga di permukaan laut.
Berbeda dari bioluminesensi di pantai yang muncul ketika organisme terganggu, bakteri ini bersinar stabil ketika populasinya mencapai sekitar 100 juta sel per mililiter air. Namun, penyebab pasti mengapa cahaya dalam skala sangat luas bisa terjadi masih menjadi misteri bagi para ahli biologi.
Sumber:cnnindonesia.com
“Suatu kebanggaan bagi saya pernah menjadi santri IMAD di Pesantren Terpadu Daarul Fikri. Di pes...
Sandra Hikmatullah, B.Ed |![]()
Menjadi cerdas dan dewasa tidak lagi membatasi seberapa tua umurmu. banyak hal untuk mewujudkan semu...
Balqis | Universitas Al'ulum At-tatbiqiyyah Alkhossoh Amman Yordania![]()
Banyak yang saya dapatkan selama belajar di IMAD Daarul Fikri. Selain di bekali ilmu pengetahuan da...
Aginanjar | Universitas International Of Africa Sudan![]()
Alhamdulillah selama saya belajar di I’dad Mu’aalimien wa Ad-du’aat (IMAD) Daarul Fikri , saya...
Sandra | Universitas internasional Khortoum Sudan![]()
Alhamdulillah ilmu agama yang saya dapat kan selama di Daarul Fikri menjadi bekal saat ini, sehingga...
Reza Mozan | Universitas Sebelas Maret![]()
Alhamdulillah ilmu yang saya dapatkan dari Daarul Fikri khususnya dengan adanya program tahfidz Qur'...
Karisma![]()

Belum Ada Komentar