ISRA’ MI’RAJ DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN
Oleh: Didik Hermanto (PEMRED)
Bulan Rajab merupakan bulan dimana Allah memilih untuk memberangkatkan Nabi Muhammad dengan peristiwa Isra’ Mi’raj. Peristiwa ini dialami oleh Nabi Muhammad saw berapa waktu sebelum beliau hijrah ke Madinah. Menurut KH Ahsin Sakho Muhammad Isra Mi’raj terjadi pada Nabi Muhammad setahun sebelum peristiwa hijrahnya Rasulullah. Sejarah juga mencatat bahwa peristiwa yang tejadi pada 27 Rajab tahun pertama sebelum hijrah tersebut apabila dikonversi ke dalam kalender Masehi, terjadi pada malam Rabu, 25 Februari 621 M, yang berarti 7 bulan sebelum beliau pindah (hijrah) ke Madinah pada bulan Rabiul
Awal tahun 1 Hijriah (September 622 M).
Prof. Hamka berpendapat dalam Tafsir al-Azhar, dalam peristiwa ini Allah memang telah memperjalankan Nabi Muhammad saw di waktu malam mdari Masjidil-Haram ke Masjid al-Aqsha (yang jauh) sebagaimana dijelaskan dalam Al-Isra:1. Jarak yang biasanya ditempuh sekitar 40 hari dengan berjalan
kaki atau unta, hanya ditempuh dalam 1 malam saja. Ini jelas tidak lazim, menyalahi kebiasaan (khariqul ‘adah). Adapun Said Muhammad Ramadhan al-Buthy dalam Fiqh al-Sîrah al-Nabawiyah, 2012) memberikan definisi lengkap Isra’ Mi’raj. Isra’ adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjid al-Haram di Mekkah ke Masjid al-Aqsha di al-Quds, Palestina. Sedangkan Mi’raj adalah naiknya Rasulullah SAW menembus lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak bisa dijangkau oleh semua makhluk, malaikat, jin dan manusia. Dan perjalanan itu berlangsung hanya semalam.
Terjangkau Oleh Akal dan Sains
Keesokan hari setelah peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW menceritakan kepada penduduk Mekkah. Abu Jahal dan para pengikutnya menolak mentah- mentah informasi tersebut. Bahkan ia menjadikan peristiwa mitu sebagai olok-olok dan senjata untuk menarik beberapa kaum muslimin agar meninggalkan Islam. Menurut mereka, perjalanan Nabi di malam hari itu sangat tidak masuk akal. Namun ternyata, provokasi Abu Jahal dan beberapa pembesar kafir Quraisy lainnya tidak mampu membatalkan keimanan
Abu Bakar Ash-Shiddiq. Dengan logika sederhana beliau cukup berkata
“jika yang menyampaikan berita itu adalah Muhammad SAW, pasti itu benar adanya.” Ucapan tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Adian Husaini bahwa Isra’ Mi’raj sangat masuk di akalnya Sayyidina
Abu Bakar ash-Shiddiq, namun tidak masuk pada akalnya Abu Jahal (adianhusaini. id).
,,Namun ternyata, provokasi Abu Jahal dan beberapa pembesar kafir Quraisy lainnya tidak mampu membatalkan
keimanan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Dengan logika sederhana beliau cukup berkata “jika yang menyampaikan berita itu adalah Muhammad SAW, pasti itu benar adanya.”
baik kawan maupun lawan. Beliau (Nabi Muhammad saw) membawa berita benar dan pasti (khabar shadiq/true report). Jika dukun yang menamakan dirinya sebagai orang bodoh bisa dipercaya, mengapa mereka tidak percaya kepada Nabi Muhammad saw? Itulah akal Abu Bakar ash-Shiddiq r.a., yaitu akal yang jernih; akal yang sanggup mendudukkan sesuatu pada tempatnya. Dalam sebuah tulisan Jurnal Ilmiyah
(RELIGIA April 2012) berjudul Isra’ Mi’raj Sebagai Mukjizat Akal memaparkan tentang teori Zero Celvin dimana apabila sebuah benda didinginkan hingga nol derajat celvin maka benda tersebut bias menjadi tak terhingga berada dimanapun
juga. Ia juga bisa menumpuk menjadi satu. Sehingga jika ada seribu partikel namun seolah menjadi hanya satu partikel saja. Dengan teori ini kisah kehadiran Nabi di berbagai tempat saat peristiwa Isra dan Mi’raj sangatlah mungkin terjadi. Di Kamar beliau, di Gurun Pasir bersama rombongan kafilah unta, hingga di Masjidil Aqsha.
Apabila sebuah benda didinginkan hingga nol derajat
celvin maka benda tersebut bisa menjadi tak terhingga
berada dimanapun juga. Ia juga bisa menumpuk
menjadi satu. Sehingga jika ada seribu partikel namun
seolah menjadi hanya satu partikel saja. Dengan teori
ini kisah kehadiran Nabi di berbagai tempat saat
peristiwa Isra dan Mi’raj sangatlah mungkin terjadi.
Di Kamar beliau, di Gurun Pasir bersama rombongan
kafilah unta, hingga di Masjidil Aqsha.
Perintah Sholat Sebagai Nilai Pendidikan
Banyak hikmah maupun ibrah yang tersimpan dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, terutama bagi orang yang berakal sehat. Salah satunya adalah nilai-nilai pendidikan yang patut untuk direnungkan dan diaplikasikan di balik keagungan mu’jizat ini. Khususnya dalam dunia pendidikan yang tentu mempunyai banyak tantangan dari tahun ke tahun. Ibadah sholat contohnya, sebagai “oleh-oleh” dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini, maka sebagai seorang muslim kita harus meyakini nilai pendidikan yang ada di dalamnya. Terkait hal ini banyak hal yang harus kita refleksikan. Ada beberapa pertanyaan dalam membantu hal tersebut. “Apakah shalat kita sudah benar, sesuai syarat, rukun dan adabnya? Apakah kita sudah istiqamah mendirikan shalat secara berjama’ah? Apakah keluarga kita sudah mendirikan shalat? Dan masih banyak lagi
pertanyaan yang harus dijawab terkait shalat yang kita laksanakan,”
“Suatu kebanggaan bagi saya pernah menjadi santri IMAD di Pesantren Terpadu Daarul Fikri. Di pes...
Sandra Hikmatullah, B.Ed |
Menjadi cerdas dan dewasa tidak lagi membatasi seberapa tua umurmu. banyak hal untuk mewujudkan semu...
Balqis | Universitas Al'ulum At-tatbiqiyyah Alkhossoh Amman Yordania
Banyak yang saya dapatkan selama belajar di IMAD Daarul Fikri. Selain di bekali ilmu pengetahuan da...
Aginanjar | Universitas International Of Africa Sudan
Alhamdulillah selama saya belajar di I’dad Mu’aalimien wa Ad-du’aat (IMAD) Daarul Fikri , saya...
Sandra | Universitas internasional Khortoum Sudan
Alhamdulillah ilmu agama yang saya dapat kan selama di Daarul Fikri menjadi bekal saat ini, sehingga...
Reza Mozan | Universitas Sebelas Maret
Alhamdulillah ilmu yang saya dapatkan dari Daarul Fikri khususnya dengan adanya program tahfidz Qur'...
Karisma
Belum Ada Komentar