Pencarian

+

AKAR PENGGERAK ITU BERNAMA AL-BAYAN

AKAR PENGGERAK ITU BERNAMA AL-BAYAN
AKAR PENGGERAK ITU BERNAMA AL-BAYAN

Sejak tahun 2016 majalah santri Al-Bayan mulai menemani hari-hari santri Pesantren Terpadu Daarul Fikri. Awalnya majalah santri Al-Bayan timbul dari keinginan sekelompok kecil guru untuk menyemarakkan literasi di Pesantren. Namun, tentu bukan hal yang mudah untuk dilakukan, mengingat tidak semua elemen pesantren memahami pentingnya literasi di sebuah Lembaga pendidikan. Dalam perjalanannyapun tidak sedikit halangan yang dihadapi. Bahkan hingga membuat para redaktur santri sempat putus asa karena Al-Bayan hanya dianggap sebagai alat untuk memuluskan hal lain. Namun dengan motivasi yang kuat, hal tersebut mampu dilewati sambil tetap memberikan kontribusi semaksimal mungkin.

Rekam jejak yang begitu sulit menjadikan majalah santri saat ini begitu kuat. Meski tak seperti majalah-majalah lain yang nilai bobot tulisannya lebih berkualitas. Namun sejak awal dirintis Majalah santri Al-Bayan tetap ingin mempertahankan keunikannya. Yaitu mengedepankan karya dari santri-santri sendiri. Pengumpulan, editing serta layoutnya dikelola oleh santri. Hingga didistribusikan untuk menjadi konsumsi santri. Dari, oleh dan untuk santri.

Miskonsepsi Literasi dan Peran Guru

Literasi sebagaimana dilakukan di beberapa lembaga pendidikan, masih berkutat pada program membaca dan menulis saja. Praktiknya sekolah mengemas program literasi melalui membaca selama 15 hingga 30 menit setiap waktu tertentu. Bagi anak tertentu program semacam itu justru membosankan. Hingga akhirnya program tersebut hanya bersifat formalitas saja tanpa mendapatkan hasil. Hal tersebut berangkat dari kesalahan memahami makna literasi.

Najeela Shihab (2019) menjelaskan Literasi adalah usaha untuk memberikan kesempatan kepada anak berkreasi sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Modal utamanya adalah keingintahuan anak. Kenyataannya, anak dipaksa untuk belajar tanpa rasa penasaran. Mereka dibiarkan terjebak dalam pembelajaran cara menjawab soal saja. Soal yang jawabannya sudah ditentukan sejak awal. Hal ini jelas bertentangan dengan kenyataan persoalan hidup yang mempunyai banyak jawaban di dalamnya.

Untuk itu peran guru sebagai fasilitator anak harus muncul ke permukaan. Mereka harus melatih kemampuan menggali potensi sebagai keterampilan literasi. Bukan malah dipaksa menyeragamkannya karena “amanah” kurikulum nasional untuk memenuhi target materi belaka. Bukankah panduan kurikulum bukan standar isi saja? Melainkan juga standar kompetensi, proses dan penilaian. Selama guru berfokus pada kompetensi literasi dengan cara merangsang penalaran anak maka mereka akan lebih banyak mendapatkan poin dari tujuan dari pembelajarannya.

Untuk itu, bukan hal yang aneh lagi bagi guru jika memprioritaskan pengembangan potensi dan minat anak daripada kemampuan akademis di kelas. Tidak ada salahnya sedikit “mengorbankan” materi di kelas untuk meningkatkan keterampilan literasi anak pada pelajaran tersebut. Pemahaman makna literasi yang benar dalam proses pembelajaran, akan lebih menentukan keberhasilan anak.

Program Literasi di Al-Bayan

Sejauh ini majalah santri Al-Bayan tidak memberikan program yang muluk bagi redakturnya. Mereka melakukakan tugas sesuai dengan spesialiasi masing-masing. Dengan bekerja sesuai kompetensinya, setiap redaktur mampu memberikan karya maksimal. Hal itu juga memberikan kesempatan bagi redaktur untuk mengembangkan potensi di bidang mereka masing-masing. Setidaknya ada empat Divisi dalam kinerja Al-Bayan. Divisi reporter sebagai penyusun berita. Divisi Sastra sebagai penulis dan penyeleksi cerpen atau puisi. Divisi Desainer Grafis sebagai lay-out dan penyedia gambar. Terakhir, Divisi Fotografi.

Sejak 2019, semua hal yang berkaitan dengan majalah 50% sudah di kelola secara mandiri oleh santri. Naik menjadi 70% di tahun berikutnya, hingga akhir 2022 ini redaktur sudah bertanggung jawab untuk pengadaan majalah hingga 90%. Sisanya urusanpelatihan dan adminstrasi di bawah kontrol guru sebagai pemred. Targetnya, pada pertengahan 2023 nanti 100 persen pegadaan dikelola sepenuhnya oleh santri.

Program literasi di majalah Al-Bayan dikemas melalui tanggung jawab untuk mengelola majalah. Mulai dari membuat naskah, lay-outing, editing hingga pendistribusiannya. Banyak ide-ide kreatif yang bermunculan setelah mereka diberi peran utama mengelola majalah. Penambahan rubrik-rubrik baru hingga membuat Al-Bayan Digital. Kontenkonten di website dan Instragram semua adalah karya mereka.

Tentu masih banyak hal yang harus dibenahi. Namun setidaknya tujuan utama memberikan pembelajaran literasi di Pesantren sudah mulai menemukan jalannya. Harapannya, santri khususnya redaktur yang sekarang dan yang lalu tetap mampu berkontribusi sesuai dengan kompetensinya. Mereka mampu mejadi akar penggerak dimanapun mereka berada, di pesantren maupun masyarakat sekitarnya. Tak terkenal tak mengapa, sebagaimana kata Ibe Karyanto (pendiri komunitas Sanggar Akar Kalimalang) “kelak seorang anak akan tumbuh menjadi penentu tetapi tidak harus muncul ke permukaan”.

Komentar
  1. Belum Ada Komentar
Tambahkan Komentar

Testimonial

Facebook

Twitter