Pencarian

+

Sarasehan dan Launching Program Dakwah Masyarakat

  • HOME
  • Artikel
  • Sarasehan dan Launching Program Dakwah Masyarakat
Sarasehan dan Launching Program Dakwah Masyarakat
Sarasehan dan Launching Program Dakwah Masyarakat


A. Pendahuluan

Dalam rangka berpartipasi mencerdasakan masyarakat, Pesantren Terpadu Daarul Fikri melalui bagian dakwahnya akhirnya melaunching kegiatan dakwah masyarakat senin (20/8). KH. Ahmad Husein Dahlan, Lc.MA selaku Pengasuh Pesantren dalam sambutannya menegaskan bahwa kegiatan ini berorientasi menghadirkan edukasi kepada masyarakat akan pemahaman agama sebagai bentuk pengabdian dan sumbangsih yang real dari Pesantren Daarul Fikri untuk masyarakat agar kedua-duanya tidak berdiri sendiri, namun menjadi satu kesatuan yang saling keterkaitan. Hal ini timbul karena kesadaran akan salah satu tugas pokok pesantren sebagai pengayom masyarakat. Untuk mendukung kegiatan ini, bagian dakwah mendatangkan Wakil Ketua MPR RI, yaitu DR. Hidayat Nur Wahid, MA. Untuk memberikan motivasi kepada guru-guru sebagai lakon utama dari kegiatan ini. 
DR. Dayat (biasa dipanggil) memulai tausiyahnya dengan mengaitkan antara dakwah dan fakta sejarah bahwa ulama melalui dakwahnya mempunyai peran penting dalam rangka mewujudkan NKRI sehingga hal ini harus menjadi motivasi utama para da’i dalam rangka mengulang sejarah yang pernah dilakukan oleh para ulama, “at-taariikhu yu’idu nafsahu”, marilah kita berusaha mengulang sejarah terbaik yang pernah dilakukan para ulama.

 

B. Peran Dakwah Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani

Masyarakat Madani selalu menjadi cita-cita kita sebagai umat muslim Indonesia sejak lama, dalam rangka mewujudkannya peran pesantren dan ulama tidak bisa dikesampingkan begitu saja, bahkan pesantren dan ulama selalu menjadi pemeran utama untuk merebut kemerdekaan dari penjajahan. Karena itulah penjajah belanda menempatkan umat islam yang dimotori pesantren dan ulama sebagai musuh nomor satu yang paling ditakuti. 
- Sejarah terwujudnya NKRI melalui dakwah para ulama
Peran ulama dalam merumuskan kemerdekaan Indonesia merupakan puncak dari beberapa perjuangan yang sudah dilakukan sebelumnya. Dengan dorongan ulama maka Indonesia dengan berani membacakan proklamasi 17 Agustus 1945, bukan suatu kebetulan jika hari itu juga bertepatan dengan tanggal 09 ramadhan 1364 H, bulan suci bagi umat islam. Keberanian tersebut tentu menjadi tantangan karena setelahnya belanda maupun sekutu tidak langsung mengakui kemerdekaan Indonesia. Hal inilah yang mendorong Bung Tomo memimpin para pemuda melakukan perlawanan setelah mendapatkan fatwa dari KH. Hasyim Asy’ari dengan resolusi jihadnya. Diiringi teriakkan takbir, pemuda-pemuda pesantren ini akhirnya dapat mengalahkan dan membunuh jenderal terkuat yang bahkan disegani oleh militer dunia yaitu jenderal Mallaby.
Kemerdekaan oleh para pendahulu tersebut dituliskan dan disahkan melalui Piagam Djakarta lewat Pancasila serta rumusan dalam pembukaan UUD 1945, bahwa terwujudnya kemerdekaan hanya karena berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Lawan bangsa dan Negara Indonesia adalah penjajah, lawanya bukan bangsa asing lainnya, seraya bertekad untuk menghapuskan penjajahan di atas dunia bukan hanya di Indonesia. Perumusan tersebut dirumuskan oleh para ulama bersama pemuka nasional. Beberapa ulama yang ikut merumuskan antara lain, KH. Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo, Teuku Mohammad Hasan, dll. 
Tidak berhenti disitu saja, rumusan yang sudah diproklamasikan dan disahkan oleh PPKI tersebut mendapatkan protes keras dari rakyat non-muslim serta rakyat Indonesia bagian timur. Oleh karena itu, dengan pertimbangan kemaslahatan umat, tanpa menghilangkan unsur aqidah islamiyah, sila pertama diganti menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang pada akhirnya diterima oleh saudara kita non-muslim. Namun demikian, NKRI yang menjadi slogan utama Indonesia masih belum terealisasi mengingat sampai tanggal 29 Desember 1949 Indonesia masih merupakan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) yang memutuskan Bentuk Negara Indonesia adalah Federal Bukan Negara Kesatuan. Dengan Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta dengan beberapa Negara bagian tidak termasuk Irian Barat.
Kebijakan ini mendapat tantangan dari rakyat sehingga timbul konflik besar-besaran dan mengakibatkan krisis yang tidak menentu. Dalam kondisi ini muncul gagasan cemerlang dari seorang tokoh bangsa sekaligus ulama, Muhammad Natsir yang saat itu menjabat sebagai ketua fraksi MASYUMI. Beliau memberikan gagasan yang disebut dengan Mosi Integral yang isinya menjadikan Indonesia sebagai Negara Kesatuan. Tidak hanya berhenti disitu, beliau bahkan juga memperjuangkan melalui dakwah dengan cara lobi-lobi antar parlemen dan puncaknya berhasil mengemukakan gagasannya lewat pidato yang luar biasa pada sidang DPR RIS, 3 April 1950, yang akhirnya disetujui sepenuhnya oleh seluruh anggota DPR RIS. Maka pada tanggal 17 Agustus 1950 Soekarno membubarkan RIS dan memproklamasikan NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA sebagai kelanjutan dari Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
- Mekanisme Menghadirkan Masyarakat Madani
Dakwah yang sudah dilakukan oleh para ulama tersebut, harusnya menjadi motivasi kita untuk tidak putus asa memberikan kebaikan yang nyata di tengah-tengah masyarakat. Dalam hal ini cara-cara yang dicontohkan oleh Rasulullah menjadi rujukan utama untuk selalu diaplikasikan dalam kegiatan dakwah kita. Al-Qur’an sendiri sudah memberikan gambaran mekanisme/metode dakwah yang harus dilakukan, yaitu terdapat dalam QS. An-Nahl : 125 
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖوَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚإِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖوَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”
Mekanisme/Metode dakwah yang diajarkan ayat tersebut :

 

1. Dilakukan dengan cara Hikmah

Hikmah bisa juga mengandung arti cerdas dan berbanding terbalik denagn kata “hamaqoh” yang mengandung arti bodoh, artinya untuk mendakwahkan sesuatu kita harus mempunyai ilmu yang sesuai, tidak asal berdakwah. Sebagaimana ungkapan “Mu’tiy al-Syai’ La Yakunu Faqidan Lahu” (Pemberi Sesuatu tidak mungkin tidak memiliki sesuatu yang diberikan itu), oleh karena itu memperdalam keilmuan menjadi hal wajib yang harus dilakukan oleh Da’i. disamping itu agar mempermudah proses dakwah, penda’i juga harus mengenal tipologi masyarakat sebagaimana dijelaskan dalam awal Surat Al-Baqarah.

 

2. Memberikan Nasehat Dengan Baik

Mauidzah Hasanah mempunyai makna yang lebih luas dari menasehati, maksudnya nasehat yang disampaikan harus disampaikan tanpa terkesan menggurui, tidak membosankan bahkan diikuti dengan perilaku yang baik dari seorang da’i sehingga nantinya nasehat yang disampaikan tidak hanya sampai pada telinga tapi juga meresap kedalam qalbu.

 

3. (Jika harus) berdiskusi dengan Ahsan

Al-jidal identik dengan dialog/diskusi (at-tahâwur), diskusi/dialog atau debat harus dilakukan dengan ahsan. Prinsip Ahsan (lebih baik) disini harus dilihat dari beberapa sisi. Pertama, ahsan dari sisi cara penyampaiannya. Kedua, ahsan dari sisi muatan topiknya yang fokus pada argumentasi keilmuan yang disampaikan, agar terhindar dari mencela dll. 
Ketiga metode dakwah di atas, tentu saja tidak harus dilakukan secara bertahap mana yang lebih dahulu atau mana yang terakhir. Namun lebih ditekankan kepada penggunaan metode disesuaikan dengan tipologi atau karakter masyarakat yang dihadapi oleh da’i. sederhananya kalau berbicara kepada petani jangan membicarakan tentang ikan.

 img-1568100030.jpg

C. Kesimpulan

Jalan dakwah yang dihadapi pastilah sangat sulit, sebagaimana perjuangan para ulama terdahulu. Pengorbanan yang luar biasa, mulai dari berdakwah membentuk akhlaq pejuang kepada para santrinya termasuk juga berdakwah dengan cara pendekatan diplomasi sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Lewat QS An-Nahl : 125, telah dilakukan dengan penuh keikhlasan. Sekarang tergantung bagaimana kita mampu merefleksikan perjuangan mereka kedalam metode dakwah kita sehingga cita-cita terwujudnya masyarakat madani bisa terealisasi. Amien yaa rabb. Wallahu a’lam bis showab




Komentar
  1. Belum Ada Komentar
Tambahkan Komentar

Testimonial

Facebook

Twitter